Pentingnya Shalat Berjamaah

31 05 2009

‘Barangsiapa ingin berjumpa dengan Allah kelak dalam keadaan selamat, hendaklah menjaga shalat berjamaah ketika dipanggil dengan adzan untuk mendirikannya. Sesungguhnya Allah telah mensyariatkan kepada Nabimu sunah yang berpetunjuk. Maka sungguh shalat berjamaah merupakan bagian dari sunah yang berpetunjuk.

Sesungguhnya shalat di rumahmu sebagaimana orang-orang meninggalkan shalat berjamaah berarti telah meninggalkan sunah Nabimu. Jika kalian meninggalkan sunah Nabimu, pasti kalian akan tersesat. Sesungguhnya kami memerhatikan diri-diri kami, tidaklah pernah meninggalkan shalat berjamaah, kecuali orang-orang munafik yang jelas-jelas kemunafikannya. Sungguh sampai-sampai ada orang yang terpaksa harus dipapah oleh dua orang untuk ditempatkan dalam shaf shalat berjamaah.” (HR Muslim).

Sayyid Quthb di dalam Fii Dzilaalil Qur’an menyebutkan, shalat merupakan jalan pertemuan seorang hamba yang dhaif dengan Allah Yang Mahabesar. Dengan shalat seorang hamba merasakan kedekatan dengan Sang Pencipta. Hati menjadi tenang dan jiwa terbasuh kesejukan. Shalat ibarat sumber mata air sejuk yang tak pernah kering oleh terik perjalanan dunia. Karenanya, orang yang berakal sehat pasti amat bergembira mencelupkan dirinya ke dalam mata air shalat lima waktu secara berjamaah.

 

Dengan shalat berjamaah, di samping menambah tabungan keutamaan dua puluh tujuh derajat dibandingkan shalat sendirian. Juga menunjukkan bukti cinta hakiki atas panggilan zat yang tercinta Allah robbul ‘izzati.

 

Malaikat pencatat amal kebajikan pun menulis setiap satu langkah menuju masjid dapat mengangkat satu derajat kemuliaan. Mencatat langkah berikutnya sebagai penghapus satu kesalahan. Kalau seorang jamaah berjalan dari rumah menuju masjid atau mushala berjarak 10 meter dengan 20 langkah. Maka 10 meter pula kenaikan satu derajat kemuliaan dan 10 meter berikutnya menghapus kesalahan. Kalau itu dilakukan lima waktu dalam sehari semalam, berarti 50 derajat kemuliaan dan 50 penghapusan dosa. Allah pun dapat berkehendak melebihkan lebih dari itu semua bagi hamba-Nya yang ikhlas memenuhi undangan-Nya.

 

Syekh Hasan Al-Banna menulis sepucuk wasiat kepada para penggerak muda Muslim yang berbunyi, ”Jika kalian mendengar seruan adzan, segeralah tunaikan shalat berjamaah bagaimanapun kesibukan kalian.”

 

Sumber:

http://aldrinsyah.multiply.com/journal/item/90





Abu Hurairah r.a

28 05 2009

Abdurrahman bin Shakhr Al-Azdi (lahir 598 – wafat 678), yang lebih dikenal dengan panggilan Abu Hurairah adalah seorang Sahabat Nabi yang terkenal dan merupakan periwayat hadits yang paling banyak disebutkan dalam isnad-nya oleh kaum Islam Sunni. Abu Hurairah berasal dari kabilah Bani Daus dari Yaman. Ia diperkirakan lahir 21 tahun sebelum hijrah, dan sejak kecil sudah menjadi yatim. Nama aslinya pada masa jahiliyah adalah Abdus-Syams (hamba matahari) dan ia dipanggil sebagai Abu Hurairah (ayah/pemilik kucing) karena suka merawat dan memelihara kucing. Ketika mudanya ia bekerja pada Basrah binti Ghazawan, yang kemudian setelah masuk Islam dinikahinya. Thufail bin Amr, seorang pemimpin Bani Daus, kembali ke kampungnya setelah bertemu dengan Nabi Muhammad dan menjadi muslim. Ia menyerukan untuk masuk Islam, dan Abu Hurairah segera menyatakan ketertarikannya meskipun sebagian besar kaumnya saat itu menolak.

Ketika Abu Hurairah pergi bersama Thufail bin Amr ke Makkah, Nabi Muhammad mengubah nama Abu Hurairah menjadi Abdurrahman (hamba Maha Pengasih). Ia tinggal bersama kaumnya beberapa tahun setelah menjadi muslim, sebelum bergabung dengan kaum muhajirin di Madinah tahun 629. Abu Hurairah pernah meminta Nabi untuk mendoakan agar ibunya masuk Islam, yang akhirnya terjadi. Ia selalu menyertai Nabi Muhammad sampai dengan wafatnya Nabi tahun 632 di Madinah. Umar bin Khattab pernah mengangkat Abu Hurairah menjadi gubernur wilayah Bahrain untuk masa tertentu. Saat Umar bermaksud mengangkatnya lagi untuk yang kedua kalinya, ia menolak.

Ketika perselisihan terjadi antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan, ia tidak berpihak kepada salah satu diantara mereka. Abu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits dari Nabi Muhammad, yaitu sebanyak 5.374 hadits. Diantara yang meriwayatkan hadist darinya adalah Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Anas bin Malik, Jabir bin Abdullah, dan lain-lain. Imam Bukhari pernah berkata: “Tercatat lebih dari 800 orang perawi hadits dari kalangan sahabat dan tabi’in yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah”.

Marwan bin Hakam pernah menguji tingkat hafalan Abu Hurairah terhadap hadits Nabi. Marwan memintanya untuk menyebutkan beberapa hadits, dan sekretaris Marwan mencatatnya. Setahun kemudian, Marwan memanggilnya lagi dan Abu Hurairah pun menyebutkan semua hadits yang pernah ia sampaikan tahun sebelumnya, tanpa tertinggal satu huruf. Salah satu kumpulan fatwa-fatwa Abu Hurairah pernah dihimpun oleh Syaikh As-Subki dengan judul Fatawa’ Abi Hurairah. Abu Hurairah termasuk salah satu di antara kaum fakir muhajirin yang tidak memiliki keluarga dan harta kekayaan, yang disebut Ahlush Shuffah, yaitu tempat tinggal mereka di depan Masjid Nabawi. Abu Hurairah mempunyai seorang anak perempuan yang menikah dengan Said bin Musayyib, yaitu salah seorang tokoh tabi’in terkemuka. Pada tahun 678 atau tahun 59 H, Abu Hurairah jatuh sakit, meninggal di Madinah, dan dimakamkan di Baqi’.

 

Sumber : Sunnatullah.com